JAMBI, denyutjambi.co – Meskipun Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah memutuskan untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022, Karena mengandung berbagai Pasal Kontroversial yang dinilai sangat merugikan dan tidak menghormati Guru, Dosen dan Perguruan Tinggi Swasta. Seluruh kalangan pendidikan di Indonesia tetap merasa khawatir akan digolkannya pasal tersebut secara terselubung atau diam-diam, seperti yang kerap terjadi.
Hal ini membuat kalangan Perguruan Tinggi Swasta di Provinsi Jambi yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah X-C Provinsi Jambi, mendatangi Gedung DPRD Provinsi Jambi, Selasa (27/9). Aksi tersebut untuk menyampaikan aspirasi Menolak disahkannya RUU tersebut menjadi Undang-Undang. Ratusan praktisi pendidikan yang terdiri dari unsur Pimpinan Perguruan Tinggi Swasta se-Provinsi Jambi dan Dosen dari dari Perguruan Tinggi (PT) Swasta di Jambi ini, dikomandoi langsung oleh Ketua APTISI Provinsi Jambi, Dr. Filius Chandra SE.MM. Dengan Koordinator Lapangan; Wakil Rektor Universitas Batanghari (Unbari), Ir. Muhammad Sugihartono, M.Si.
Dalam orasinya, Ketua APTISI Provinsi Jambi, Dr. Filius Chandra SE.MM, yang adalah Ketua STIKes Baiturrahim Jambi, mengatakan, kedatangannya beserta rombongan ke gedung dewan, tak lain adalah untuk menyampaikan aspirasi guna menolak disahkannya RUU Sisdiknas, yang dinilai sangat merugikan kalangan pendidikan, Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia, termasuk yang ada di Provinsi Jambi.
Dikatakan Filius, memang Baleg DPR RI telah memutuskan untuk tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2022. Tapi hal ini masih membuat seluruh kalangan pendidikan masih khawatir, sebelum pihak DPR RI benar-benar menyatakan menolak dan membatalkan RUU tersebut.
Kekhawatiran tersebut, bukan tanpa alasan. “Kita khawatir nantinya RUU tersebut disahkan diam-diam di tengah malam, seperti yang sudah-sudah,” ujar Filius.
Ditambahkan Filius, jika RUU tersebut benar-benar disahkan, hancurlah dunia pendidikan di Indonesia. Terutama kalangan sekolah dan PT Swasta yang ada di seluruh Indonesia. Karena dengan adanya UU tersebut, PT Swasta akan mati satu-persatu, karena seluruh masyarakat dipaksakan untuk memilih Perguruan Tinggi (PT) Negeri, meski dengan biaya kuliah yang jauh lebih mahal dan non toleransi pembayaran, seperti PT Swasta. Dan Guru serta Dosen akan disamakan kedudukannya dengan buruh dan pekerja-pekerja lainnya, bukan lagi “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” seperti selama ini.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Lapangan aksi demonstrasi damai tersebut, Ir. Muhammad Sugihartono, M.Si. menyatakan, Perguruan Tinggi Swasta selama ini telah menciptakan generasi-generasi muda untuk menjadi Sarjana. “Tapi dalam RUU Sisdiknas, kami tidak diperhatikan,” ujarnya.
Padahal selama ini, Perguruan Tinggi Swasta telah mengeluarkan biaya yang sangat besar sekali, sesuai yang ditetapkan pemerintah. Untuk satu proses Akreditasi dan biaya lainnya, PT Swasta harus menyerahkan dana sebesar Rp100 juta. Biaya ini adalah biaya untuk per-satu Prodi. Bisa dihitung, berapa jumlah Prodi yang ada di PT Swasta, jika dikalikan dengan Rp100 juta.
Biaya tersebut harus disediakan sendiri oleh pihak PT Swasta, yang pastinya dikumpulkan dari masyarakat yang berkuliah di PT Swasta. Sementara, menurut M Sugihartono, PT Negeri dananya berasal dari Negara, tanpa harus susah payah menghimpun dari masyarakat.
Karena itu, APTISI Provinsi Jambi meminta agar DPR RI dan Pemerintah;
1. Batalkan RUU Sisdiknas
2. Bubarkan LAM PT yang berorientasi bisnis/mahal
3. Bubarkan Komite Uji Kompetensi dan Audit Pelaksana yang sudah berjalan
4. Stop jalur mandiri PTN
5. Hapus biaya praktik klinik mahasiswa di Rumah Sakit
6. Audit LAM PT Kes. yang telah dijalankan terlalu mahal
Pasalnya, draf RUU Sisdiknas yang merupakan gabungan dari tiga UU, yakni; UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi dan UU Sisdiknas tidak mengakomodir pasal-pasal krusial. Salah satu kontroversi yakni, terkait tunjangan profesi guru yang tidak dicantumkan dalam pasal RUU Sisdiknas yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek).
Selain itu, menurut Sugihartono, ia bersama APTISI mendesak dihapuskannya Jalur Mandiri di PT Negeri, yang telah diberlakukan sebagai tambahan untuk Jalur Undangan dan Jalur Ujian. Ini artinya; Jalur Mandiri di PT Negeri adalah Tsunami yang akan mengancam keberlangsungan adanya PT Swasta di seluruh Indonesia, karena PT Negeri yang dibiayai oleh Negara pun ikut berbisnis menjaring mahasiswa, yang seharusnya masuk di PT Swasta.
“Lama-kelamaan, PT Swasta akan gulung tikar dan tutup satu persatu, karena tidak memiliki mahasiswa lagi. Bisa dibayangkan, bagaimana nantinya kualitas mahasiswa yang dipaksakan masuk di PT Negeri dari jalur yang dibisniskan. Jadi kami menuntut untuk hapuskan Jalur Mandiri. Yang jelas-jelas akan membunuh PT Swasta di Indonesia”, ujar Sugihartono.
Setelah melakukan orasi di halaman Gedung DPRD Provinsi Jambi, perwakilan dari rombongan akademisi ini, yang terdiri dari unsur pimpinan PT Swasta di seluruh Jambi, memasuki Ruang Rapat di gedung dewan tersebut untuk berdialog dengan anggota dewan. Namun sayangnya, kehadiran pencetak sarjana-sarjana di negeri ini tersebut tidak disambut oleh satu pun anggota dewan, namun diterima oleh salah satu Staff Ahli DPRD, Deby M Pratama, yang mengatakan, akan menyampaikan aspirasi yang telah disampaikan para akademisi tersebut.
Namun demikian, para akademisi menyatakan akan datang kembali menemui anggota dewan pada Kamis (29/9), untuk kembali menyampaikan aspirasi dan meminta pihak dewan mendukung dan menyampaikan aspirasi para akademisi dan PT Swasta ini ke pusat. (***)