JAMBI, denyutjambi.com – Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jambi, mengadakan Pertemuan Ilmiah Respirologi (PIR) III tahun 2023, dengan tema “Respiratory and Lung Health Issue in Post Pandemic Era: Then, Now and Future“, Minggu (5/3), di Aston Jambi Hotel & Conference Center, Kota Jambi.
Dalam acara yang digelar sehari penuh ini, dihadirkan sejumlah Pembicara Lokal dan Nasional yang sangat kompeten di bidangnya, yakni; Prof.dr.Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P (K), FCCP, FISR; Ketua Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. Prof Dr dr Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. dr. Alvin Kosasih, Sp.P(K), MKM, FISR, FAPSR, Sekretaris Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Ahli paru Jambi yang turut menjadi narasumber dalam PIR kali ini, adalah; dr. Melly Miranda, M.Ked,Sp.P hingga dr. Dicky Wahyudi Sp.P,dr. Mardiah, M.kes,Sp.P, dan dr. Makrup effendi,Sp.P FISR.
Dalam Pertemuan Ilmiah Respirologi ini dilakukan pembahasan update terbaru ilmu pernapasan dan dimoderatori oleh dokter paru dari Jambi, yaitu, dr. Derralah Ansusa Lindra, M.Sc,Sp.P dan dr Delvan Irwandi,Sp.P.
Hari ini pemateri memberikan update tentang penanganan asma, tuberkulosis, hingga penyakit paru yang didapat pada saat kerja atau disebut penyakit paru kerja.
Acara dibuka oleh Pembicara Utama, Dr. dr. Herlambang, Sp.OG.KFM, yang adalah Direktur Utama RSUD Raden Mattaher Jambi. Seperti diketahui, bahwa RSUD Raden Mattaher akan dijadikan Rumah Sakit Pendidikan Program Studi Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi yang akan melahirkan Dokter Spesialis Paru Handal.
Selain itu, juga hadir Dr dr Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P (K), FISR, FAPSR, yang adalah; Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Erlina Burhan adalah seorang dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Ia aktif di organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kelompok kepakaran. Ia berpraktik di dua lokasi di Jakarta Pusat, yakni di RS Islam Jakarta Cempaka Putih dan RS YARSI. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Jakarta (2015–2020).
Erlina memperoleh gelar dokter umum (dr.) dari Universitas Andalas pada 1989, gelar magister sains (M.Sc) dari Heidelberg University, Jerman pada 1995, dan gelar dokter spesialis paru (Sp.P) dari FKUI pada 2004.
Hadirnya beberapa narasumber yang memiliki ilmu dan pengalaman yang tak diragukan lagi di Indonesia ini, membuat seminar sehari ini ramai dihadiri oleh ratusan Mahasiswa Kedokteran, Dokter Umum dan Dokter Spesialis yang ada di Jambi.
Dari ke semua sesi Tanya jawab yang diberikan pada para peserta, ditanggapi dengan pertanyaan-pertanyaan bernas dan antusias. Yang kemudian dilanjutkan oleh peserta lain, dengan pertanyaan menarik dan terkini lainnya.
Dalam paparannya sebagai pembicara, Erlina Burhan memaparkan, bahwa Pertimbangan perubahan durasi pengobatan, adalah TB Sensitif Obat (SO) saat ini diobati dengan empat obat TB lini pertama untuk jangka waktu enam bulan. Meskipun efektif, rejimen pengobatan enam bulan tetap terlalu lama bagi banyak pasien. Dalam beberapa tahun terakhir, upaya penelitian telah diarahkan untuk menemukan rejimen yang lebih pendek yang aman dan efektif.
Empat perubahan teknik pengobatan tersebut, adalah; Pasien baru dengan TB paru harus menerima regimen yang mengandung 6 bulan rifampisin: 2HRZE/4HR. Jika memungkinkan, frekuensi pemberian untuk pasien baru TB paru adalah setiap hari selama terapi (tidak lagi 3 kali seminggu). Penggunaan tablet kombinasi dosis tetap (FDC) direkomendasikan daripada obat terpisah. Pada pasien TB paru baru yang diobati dengan regimen yang mengandung rifampisin selama pengobatan, jika apusan dahak positif ditemukan pada penyelesaian fase intensif, perpanjangan fase intensif tidak dianjurkan.
Untuk TB-HIV, direkomendasikan untuk pasien TB yang hidup dengan HIV harus menerima setidaknya durasi pengobatan TB yang sama dengan pasien TB HIV-negatif. ART harus dimulai sesegera mungkin dalam waktu dua minggu setelah memulai pengobatan TB, terlepas dari jumlah CD4.
Dipaparkan oelh Erlina Burhan, kegagalan pengobatan dan desain rejimen, disebabkan oleh; Dalam rejimen pengobatan MDR-TB yang lebih lama, risiko kegagalan pengobatan, kekambuhan dan kematian sebanding ketika pengobatan dimulai dengan 4 – 6 obat yang mungkin efektif. Selain itu, rejimen BPaL dapat dipertimbangkan. Pasien yang menjalani pneumonektomi tidak memiliki hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak menjalani operasi.
Dan pasien yang memiliki akses ke dukungan psikologis memiliki tingkat penyelesaian dan penyembuhan pengobatan yang lebih tinggi, serta tingkat kegagalan pengobatan dan mangkir yang lebih rendah.
Sementara itu, dr. Melly Miranda, Sp.P, yang adalah Dokter Spesialis Paru di RSUD Raden Mattaher Jambi, memaparkan masalah TB yang secara Global. Dalam kesempatan tersebut dr Melly mengatakan, berdasarkan Global TB Report 2022, diperkirakan di Indonesia pada tahun 2020 terdapat 443.235 kasus TB baru dan kematian akibat TB sekitar 15.186 kasus. Berdasarkan angka ini Indonesia menjadi ranking ke 2 di dunia.
Pada tahun 2019 terdapat 484.000 pasien TB yang resisten terhadap rifampisin (TB-RR) dan sekitar 78 % diantaranya adalah TB MDR. Meskipun angka kesembuhan untuk TB yang sensitif obat tinggi (85 %), angka kesembuhan untuk TB MDR hanya 54% dan TB XDR hanya 30 %.
Masalah MDR TB di Indonesia pada saat ini, menurut dr Melly, yakni Kasus konfirmasi 12,700 masih jauh dari estimasi sekitar 25,000. Enrolll case vs confirmed case gap masih 58 %. Banyak pasien yang sudah konfirmasi tapi belum memulai pengobatan. Angka keberhasilan pengobatan masih di angka 51 % dari target 80%. All oral regimen dan shorter regimen telah diperkenalkan sejak 2021. Profil keamanan dan efficacy bisa lebih baik. Semakin banyak pasien dengan primary MDR TB tertular dari pasien MDR TB lainnya. Penggunaan obat baru belum optimal.
Melly Miranda juga mengatakan, kerja paru ini sangat penting untuk diketahui tenaga medis di Jambi. Hal ini karena kondisi Provinsi Jambi sendiri yang banyak terdapat tambang batu bara, dan yang lainnya.
“Selain itu, seringnya terjadi kebakaran hutan dan kondisi Jambi yang cendrung berdebu sangat riskan terjadi pada pekerja perkebunan yang ada di Provinsi Jambi,” katanya dr. Melly.
Selain itu, pertemuan ilmiah PDPI juga melakukan pelantikan pengurus PDPI untuk periode 2023 – 2026. Dimana dr. Meidianto, Sp.P., FISR di lantik sebagai Ketua PDPI Cabang Jambi dan didampingi dr. Dicky Wahyudi, Sp.P sebagai Sekretaris PDPI Cabang Jambi.(***/rf)